Rabu, 04 November 2009

Jenis Ulos

  • ULOS RAGIDUP
  • Merupakan ulos yang memiliki derajat paling tinggi dan sangat sulit dalam pembuatannya. Disebut ragidup atau lambang kehidupan karena warna, lukisan serta coraknya memberi kesan seolah – olah ulos ini benar – benar hidup. Setiap rumah tangga orang Batak biasanya memiliki ulos jenis ini. Selain lambang kehidupan, ulos ini juga lambang doa restu untuk kebahagiaan dalam kehidupan, terutama dalam hal keturunan, yakni banyak anak dan panjang umur. Dalam upacara adat perkawinan, ulos ini diberikan oleh orang tua pengantin perempuan kepada ibu pengantin lelaki sebagai makna agar besannya dapat bersama – sama dengan sang menantu anak dari si pemberi ulos tadi.
  • ULOS JUGJA
  • Disebut juga ulos naso ra pipot. Menurut kepercayaan orang Batak, ulos ini tidak diperbolehkan digunakan oleh sembarang orang, kecuali orang yang sudah saur matua, yaitu orang tua yang sudah memiliki cucu dari anak laki –laki dan perempuannya. Tingginya aturan pemakaian ulos ini membuatnya jadi benda langka hingga banyak orang tidak mengenalnya. Ulos ini sering menjadi barang warisan orang tua kepada sang anak.
  • ULOS RAGIHOTANG
  • Biasa diberikan kepada sepasang pengantin yang disebut sebagai ulos hela. Maksudnya agar ikatan batin seperti rotan (hotang). Cara pemberiannya kepada kedua pengantin adalah disampirkan dari sebelah kanan perempuan lalu disatukan di tengah dada seperti terikat. Ulos ini juga dapat digunakan saat upacara kematian. Biasanya digunakan untuk membungkus jenazah.
  • ULOS MANGIRING
  • Memiliki corak yang saling beriringan melambangkan kesuburan dan kesepakatan. Ulos ini sering diberikan orang tua kepada cucunya. Dan jenis ulos ini pula yang biasa digunakan sebagai pakaian sehari – hari. Seperti untuk tali – tali (tutup kepala kaum pria) ataupun saong (tutup kepala kaum wanita).
  • ULOS LOBU – LOBU
  • Disebut juga ulos giun hinar- haran, jenis ini biasanya dipesan langsung oleh keluarga yang memerlukannya karena mempunyai keperluan yang sangat khusus, terutama orang yang sering dirundung kemalangan. Oleh karena itu tidak pernah duperdagangkan sehingga orang jarang mengenal jenis ulos ini. Jaman dahulu para orang tua sering memberikan ulos ini kepada anaknya yang sedang mengandung (hamil tua), tujuannya agar kelak anak yang dikandung lahir dengan selamat.
  • ULOS ABIT GODANG
  • Walaupun derajatnya tidak setinggi ulos ragidup, kalau masalah harga, ulos ini juga memiliki harga tinggi. Biasanya ulos ini diberikan kepada anak kesayangan yang akan diharapkan membawa suka cita dan kebajikan yang banyak (godang). Kain ini banyak mendapatkan tempat terhormat di mata masyarakat Batak Toba, khususnya pada perkawinan.
  • ULOS BINTANG MARATUR
  • Menggambarkan jejeran bintang yang teratur, yang berarti sikap orang yang patuh, rukun serta seia sekata dalam kekeluargaan. Juga dalam hal kekayaan dan kekuasaan, tidak ada yang timpang, semuanya berada dalam tingkatan yang sama rata. Dalam keseharian dipakai sebagai hande- hande maupun tali – tali.
  • ULOS RUNJAT
  • Biasa dipakai oleh orang kaya atau orang terpandang sebagai ulos edang – edang (dipakai waktu pergi ke undangan). Ulos ini dapat juga diberikan kepada pengantin oleh keluarga dekat menurut versi Dalihan Natolu diluar ahli baik, misalnya oleh Tulang (paman), pariban (kakak pengantin perempuan yang sudah kawin). Ulos ini juga dapat diberikan pada waktu mengupah – upah dalam acara pesta gembira.
  • ULOS RAGI PAKKO
  • Pada jaman dahulu, ulos ini dipakai sebagai selimut. Disebut ragi pakko lantaran memang warnanya hitam seperi Pakko.
  • ULOS TUMTUMAN / EDANG – EDANG
  • Dipakai sebagai tali – tali dan dipakai anak yang pertama sebagai pemangku hajat.
  • ULOS SIBOLANG RASTA
  • Jaman dulu dipakai untuk keperluan duka dan suka cita, tetapi pada jaman sekarang ulos ini bisa dikatakan sebagai simbol duka cita.
Selain jenis – jenis ulos diatas, masih banyak lagi jenis ulos lainnya, seperti ulos jungkit, ragi hatirangga, ragi marpisoran, Simarunjat sisi, ragi ambasang, ragi sidos- dos, ragi sampuhorna, ragi sapot, Harungguan, dan lain sebagainya.
Read rest of entry

Sekilas Ulos

Apa yang ada di benak anda apabila mendengar kata Ulos? Bagi sebagian orang mungkin langsung teringat akan kain Batak yang panjangnya sekitar 2 meter, biasa tersampir di bahu, didominasi warna hitam, merah, dan putih dan bertekstur kasar.

Ulos sendiri pada zaman dahulu kala, tepatnya sebelum orang Batak mengenal tekstil buatan luar Batak, digunakan sebagai pakaian sehari – hari, baik kaum pria maupun wanita. Bila dipakai kaum pria menutupi bagian bawah disebut singkot dan disebut tali – tali atau detal bila digunakan sebagai penutup kepala. Sementara bila kaum wanita menggunakan ulos untuk menutupi tubuhnya bagian bawah hingga dada maka disebut baen. Disebut ampe – ampe apabila ulos tersebut digunakan sebagai selendang dan saong bila digunakan sebagai penutup kepala. Selain itu, ulos kala itu juga kerap digunakan sebagai selimut maupun alat menggendong.

Semenjak datangnya pengaruh bangsa barat melalui para misionaris dan Kolonial Belanda, penggunaan ulos dalam keseharian mulai ditinggalkan, termasuk dalam tata cara berbusana, kecuali pada acara – acara tertentu. Pergeseran dalam cara berbusana ini bukan berarti hilangnya peran ulos dalam kehidupan masyarakat Batak. Malah sebagian puak Batak, seperti Toba dan Pak – Pak ulos ditempatkan dalam suatu posisi yang sangat tinggi, serta memiliki makna spiritual.

Pada dasarnya, ulos merupakan hasil peradaban masyarakat Batak dalam kurun waktu tertentu. Sedikit menoleh ke belakang, orang Batak sudah mengenal ulos sejak abad ke-14 selaras dengan masuknya alat tenun tangan dari India. Panjangnya ulos bisa mencapai sekitar 2 meter dan lebar 70 cm, biasanya ditenun dengan tangan oleh perempuan Batak di bawah kolong rumah. Butuh waktu berminggu – minggu hingga bulanan untuk menyelesaikan ulos, tergantung tingkat kerumitan motif.

Dalam perkembangannya, selain digunakan sebagai pakaian sehari – hari, ulos juga digunakan sebagai perantara pemberi berkat dari seseorang yang dihormati. Oleh karena itu dikalangan orang Batak dikenal dengan istilah ‘mangulosi’ alias memberi ulos. Dalam mangulosi, ada aturan yang tidak boleh dilanggar, yaitu hanya boleh mangulosi mereka yang dalam kekerabatan berada di bawahnya. Misalnya orang tua mangulosi anaknya, tapi anak tidak boleh mangulosi orang tua. Dan saat mangulosi, tidak sembarangan jenis ulos yang dapat diberikan.

Tak dipungkiri memang apabila banyak yang beranggapan bila ulos memiliki struktur yang kaku, berjamur, serta memiliki warna yang monoton dan gelap. Akan tetapi anggapan itu mungkin akan segera berlalu mengingat telah dilakukannya terobosan baru terhadap ulos, yaitu mengganti bahan dasarnya, katun dengan serat selulosa yang berasal dari batang pohon eucalptus. Selain itu, penggunaan warna sintetis untuk pakaian, akibat pengaruh kolonial Belanda pun mulai dialihkan pada pewarnaan alam. Hingga, selain ramah lingkungan, ulos kini juga hadir lebih lembut, mahal namun tetap mencitrakan ciri khas Batak
Read rest of entry

Jumat, 23 Oktober 2009





Read rest of entry

testing !

product ulos 1
Read rest of entry

testing !

product ulos 1
Read rest of entry
 

Ngobrol

ULOS BATAK ONLINE Copyright © 2009